Selasa, 22 April 2008

Baru Ingin Saja

Sebenarnya, kalau online saya mau blogwalking dan say hello pada beberapa senior. Maksud saya, para pendahulu yang menginspirasi saya untuk mgeblog dan menularkan virus blogaholiknya. Tapi gak keburu. Banyak target dan berpacu waktu dengan jatah 200rbnya speedy.

Target apaan tuh? Sekarang ini saya lagi bikin blognya praktisi percetakan dan konveksi tas. www.praktisimaya.multiply.com udah bisa memperlihatkan bentuk walau belum good looking coz belum sesuai dengan isinya. Emang apa hubungannya globalwarming dengan percetakan dan konveksi? Makanya saya banyak utak-atik costumizenya. Eh...malahan keterusan asik nyimpen theme yang lucu-lucu.

Saya juga nempelin theme yang lucu di www.biruhati.multiply.com dan berniat semoga bisa bikin yang bagus pakai dreamweaver. Dulu sih ngerti sedikit2. Sekarang yang sedikit sudah banyak lupanya. Padahal blog saya yang dulu www.just2b.blogspot.com dan bikinan saya juga www.baiturrahman.blogdrive.com lumayan mudah utak-atiknya. Sekarang di blogger gak bisa sembarangan naro kode yang babalieut. Jadi binun.

Ketemu multiply ternyata asik juga. Kayaknya mau pindah ke sana. Tapi tar dulu lah... kemarin2 katanya dia sempat kena blokade dari telkom karena nayangin pelm Fitna.

Saya mau posting beberapa tulisan tentang penanganan anak sakit dengan herba. Meminimalisir intervensi zat kimia pada tubuh anak jadi satu usaha untuk investasi kesehatannya. Kalau dia tumbuh sehat dan cerdas berarti generasi kita nanti insyaallah akan jadi generasi pengganti yang berkualitas baik, kan? Baik fisik mu pun ruhani insyaallah. Seperti yang kita tahu, tak ada satu pun obat kimia yang tak memiliki kontraindikasi. Coba saja lihat di kertas pembungkus atau keterangan tentang obat mana saja atau tanya pada dokter, pasti keduanya menunjukkan sebuah fakta yang cukup menakutkan: semua obat kimia memiliki kontraindikasi! Jika dikonsumsi dalam jumlah tertentu bahkan bisa mengancam jiwa. Jika dikonsumsi tiap sakit, tiap bulan atau tiap tahun bagaimana? Sebanyak apa tumpukan toksin atau racun di dalam tubuh anak-anak kita?

Sedari dini kusampaikan pada anak2ku, bahwa Allah SWT menciptakan alam beserta isinya tidak sia-sia! Apa yang tersedia di alam memang dimaksudkan untuk kesejahteraan penghuni bumi, termasuk herba. So, save our earth! Lho?! Maksudku, back to nature back to Allah.

Selasa, 01 April 2008

Pandai Membuat Alasan


Kepintaran anak pertamaku membuat alasan dimulai ketika ia menolak minum obat saat sakit panas beberapa bulan lalu. Dia bilang, ”Bobo.” Awalnya aku tak mengerti. Kenapa kalau obat sudah dimasukan pipet Lila selalu minta tidur? Oh, ternyata itu sebabnya. Dia tak mau minum obat dan memilih tidur. Padahal sebelumnya ia berguling-guling dan menangis menolak diajak masuk kamar.

Yang kedua, dia melancarkan strategi meminta susu botol dengan cara yang mirip. Lila mengucek mata berkali-kali dan mengatakan ’atuk, atuk,’ artinya ngantuk. Dilanjutkan dengan, ’bobo, nda. Cyucyu.’ Hahaha...dia minta susu karena mau tidur. Aksi ini dilakukannya setelah aku berulan kali menasehati, ”Lila, kalau minum susu dihabiskan ya. Kan harga susu sekarang mahal. Sayang, kan.” Sebelumnya susu yang rutin kubuatkan ketika tiba saatnya tidur sering kali tak habis karena sudah terlelap atau malah keasikan bermain. Ada kalanya susu sudah habis, mata kantuk itu berubah segar seperti mekarnya kelopak mawar yang tersiram embun pagi.
Aku hanya bisa menggeleng dan tersenyum maklum. Mungkin ini efek konsumsi Omega-3 dan madu ketika bayi, ya?

Tadi pagi anakku yang agak susah makan (beratnya sekarang hanya beda 1 kg dari adiknya yang hampir empat bulan. Lila di usia 1 tahun 5 bulannya hanya 8,5 kg!) ini minta bubur ayam. Kami pun ke area pasar dan beli bubur untuk sarapan. Begitu sampai di rumah dan bubur siap disantap, dia mencicipi beberapa suap. Selanjutnya Lila kelihatan ogah-ogahan. ”Ayah, aus. Aus,” begitu terus setiap aku siap menyuapkan sesendok bubur ayam atau memintanya makan sendiri. Anakku lebih memilih menghabiskan air minum di gelas dari pada menyantap prsanannya. Lila...Lila....

Ayu Utami Aneh!

Ini tulisan suamiku tentang kritik terhadap Ayu Utami. Udah nonton filmnya? Atau baru baca novelnya? Bagaimana? Berurai air mata? Ada manfaat yang bisa diperoleh, kan...

Ayu Utami Aneh!

Membaca wawancara Ayu Utami di detikcom, saya jadi tak habis pikir dan heran. Semua komentarnya terkesan sinis terhadap kebenaran dan kebaikan. Sementara, pengantarnya yang menyatakan bahwa mayoritas sastrawan dan kritikus sastra belum dan tidak tertarik membaca AAC, juga mengherankan. Sepertinya ada yang tidak terima kalau sastra dan film Islam itu bisa sukses.

Ayu Utami:

Ayat-ayat Cinta itu novel Hollywood, novel yang akan membuat senang pembacanya.

>> Lah, bukannya memang karya tulis itu seperti itu?! Membuat senang yang membacanya sehingga dia tertarik untuk membacanya?! Novel-novelnya Ayu Utami pun pasti membuat senang penggemar novel-novelnya dan membuat tidak senang yang tidak senang.

Ayu Utami
Orang sekarang ingin mendengar petuah bijak, seperti ada sesuatu yang optimis, ada kebaikan di dunia ini.

>> Itu namanya sastra yang mencerahkan, memberikan optimisme. Ada banyak kebaikan di dunia ini dan orang-orang baik yang mungkin tidak Ayu Utami dapatkan dan temui kali ya.

Ayu Utami :
Persoalan kita, negara ini kan mayoritas muslim, sebagian besar kurang berpendidikan……

Saya kira hal yang sama juga terjadi, jika mayoritas negara ini Kristen misalnya dan ada orang Islam menghujat Kristen. Jadi nggak bisa dilihat dari kaca mata agama. Harus dari sosial politik, bahwa MAYORITAS CENDERUNG AKAN CENDERUNG AKAN BERPERILAKU NGGAK BENER......


Ngomong soal film ya film. Nggak usah pakai film untuk menilai persoalan lain di masyarakat. Jangan campur adukkan kacamata. Pakai kacamata yang pada tempatnya.

>>> Ini udah masuk SARA. Apa yang nggak bener itu maksudnya? Yang bagaimana? Mayoritas itu jelas ummat Islam negeri ini.

>>> Film, Sastra, dan Seni sudah seharusnya menggambarkan realita kehidupan, mengungkapkan fakta dan menyampaikan kebenaran.

Ayu Utami :
Di luar novel itu, bagi saya, poligami tidak layak diteruskan. Itu sistem di masa lalu, tidak cocok untuk masa depan.

>>> poligami dibenarkan dalam Islam. Layak atau tidak layak diteruskan bukan tergantung kita, manusia. Cocok atau tidak untuk hidup tergantung manusia yang mau jalanin. Semua sudah Allah atur dalam Al Quran.

Ayu Utami :

Kalau dalam novel ini, kasus poligami disikapi dengan pengecut. Dalam arti, sebagian besar perempuan tidak mau dipoligami. Bila pun ada, perempuan yang mau dipoligami itu, biasanya mereka sebagai istri kedua, ketiga, atau keempat.

>>> betul sebagian besar perempuan tak mau dipoligami seperti tak ada laki-laki yang mau dipoliandri. Masalahnya poligami itu dibenarkan sedang poliandri tidak. Itu diskusi fikih, hukum Islam dan jatuhnya orang yang mau jalanin harus memenuhi syarat tertentu.

Ayu Utami :

Ya kita bisa lihat kasus Aa Gym, dia kehilangan pendukung begitu dia melakukan poligami. Jadi jelas sekali poligami tidak disukai perempuan. Novel ini kompromistis sekali. Ia tidak berani ekstrim, dia mengangkat wacana atau ideologi poligami, tapi lalu akhirnya buru-buru dimatikan. Dia hanya kembali ke titik yang happy ending, inilah resep cerita pop.

>>> Kasus Aa Gym memang begitu adanya. Tapi, realitas sastra itu bebas. Sastra itu alat untuk menyampaikan ide dan memperjuangkan ideologi.

Ayu Utami :

Paling lemah, kalau menurut saya, adalah nafsunya pada kebenaran. Begitu bernafsu untuk menunjukkan kebenaran. Tapi dia mengakui ini novel dakwah, jadi nggak masalah.

Tapi bagi saya, kalau sastrawan bernafsu untuk menyampaikan kebenaran itu tidak menarik. Sastra bukan untuk alat berdakwah, tapi untuk mempergulatkan nilai-nilai. Sastra itu selalu menghargai membuka persoalan. Bukan berakhir dengan kata amin seperti bila kita berada di masjid atau di gereja.

>>> Apakah sebuah kesalahan kalau orang ingin menunjukkan kebenaran?! Siapa bilang sastra bukan alat untuk mempergulatkan nilai-nilai?! Justru selama ini goresan pena selalu menjadi ujung tombak untuk memperjuangkan ideologi, menyampaikan kebenaran, mencerahkan ummat.


Berkembanglah Anakku

Subhanallah. Memerhatikan perkembangan anak dari waktu ke waktu adalah kenikmatan tersendiri buatku. Betapa tidak? Semua kemampuan baru yang dimilikinya alhamdulillah kusaksikan sendiri. Sebuah anugerah yang kuperoleh setelah ku memutuskan menjadi IRT alias ibu rumah tangga. Melepas kuliah di pascasarjana memang bukan keputusan mudah. Hal utama yang mendorongku melakukannya adalah kondisi finansial yang takseajeg dulu. Kedua, aku melahirkan di tengah masa kuliah dan melahirkan lagi satu tahun kemudian. Tak ada seorang pun yang layak mendampingi tumbuh kembang dua bintang kecilku kalau bukan ibunya sendiri, kan? ;p Lagi pula ibu rumah tangga itu bukan ”sekadar”, lho. Tak boleh sama sekali kata sekadar melekat di depan titel hebat itu. Pasalnya, tak sembarang ibu dan tak sembarang perempuan yang mampu melakukannya. Ada yang mampu tapi tak mau, ada yang mau tapi tak mampu. Maka, wajar saja Paramitha Rusady dan beberapa artis lainnya menikmati peran mereka sebaga house wife only. Urusan domestik masih bisa dicarikan partner yang membantu, tapi urusan anak? Ibu memang nomor satu! Hehe...kayak iklan aja.
Sungguh। Ketika ku menatap mata anak-anakku selalu kudapat energi baru untuk melanjutkan hari. Seletih apa pun tubuh ini pasti masih bisa berlari cepat dan mengangkat beban tubuhnya, membawa kepelukan ketika mereka menjerit dan menangis.
Selalu ada ucap syukur ketika melihatnya tersenyum, mengucap kata baru, menyapa orang-orang terdekat dan orang yang baru dikenal (suatu kali Lila pernah memanggil seorang bapak yang lewat di depan rumah kami, ”Pak, cini. Dyudyuk. Minum.”)

Berkembanglah anakku, semai tasbih dan hamdallah di bumi Allah ini. Ukir pelangi di wajah kami dengan tingkah polahmu yang lucu. Berkembanglah anakku. Bunda tahu, masa ini amat singkat bagi kita. Beberapa tahun lagi kau sudah senang bermain dengan mainanmu dari pada bersama bunda. Beberapa tahun lagi kau akan asyik membaca dan menulis dari pada memeluk dan mengikuti langkah kakiku. Saat ini amat singkat. Tak kan kusia-siakan adamu.

Melamarmu sebagai Ustadku

Suamiku, kulamar kau sebagai ustadku. Bimbing aku, ya. Banyak-banyak ingatkan aku tilawah dan shalat lail. Jadi imam dalam shalat-shalat wajib kita.

Tahukah kau, suamiku. Bermakmum denganmu serasa energizer bagiku. Seperti batrai yang siap dipakai setelah dicharge ketika kuusai mengumpulkan tanganku di atas dada. Memohon pada Allah agar keluarga kita menjadi biduk yang selamat dalam perjalanan panjang ini

Jadi, kau pasti mau menjadi ustadku kan? Buktikan pada dunia dan akhirat kau ustadku, imamku (Hmm...ya pastilah!).

Karena Kau Manusia Sempurna

Aku mencintaimu, Kanda karena dirimu manusia sempurna. Bukan laksana nabi tapi karena dengan segala kebaikan, kekhilafan, dan segala yang ada padamu menunjukkan dirimu adalah manusia biasa. Sempurna sebagai manusia.

Seperti lagu Andra The Backbone. Kau begitu sempurna, di mataku kau begitu indah…
Hanya bersamamu ku akan bisa...
Kau adalah hidupku, lengkapi diriku...
Oh sayangku kau begitu sempurna...

Bersamamu kukan yakini lagi (bahkan berulangkali lagi) bahwa jalan kita didahului sepakat akan arah yang sama. Tak muluk ku hanya minta dibimbing menjadi istri shalihah. Kita pintal kesempurnaan Dien kita, ya.

Memutar Waktu

Andai aku dapat memutar kembali waktu akan kuhindari semampu mungkin segala hal yang ’salah’ segala dosa, tapi itu tak mungkin! Allah SWT melarang hamba-Nya banyak berandai. Mungkin salah satu maksud di baliknya, karena berandai itu bentuk perilaku seorang pecundang. Aku sering menjadi pecundang. Ciut menghadapi masalah dan rapuh memegang amanah.

Setelah ini, mudah-mudahan aku bisa menjadi pribadi yang lebih baik. Seperti pertanyaan ayah Bruce kecil dalam Batman Forever, kira-kira “Kenapa kita terjatuh, Bruce? Agar kita segera bangkit.”

Hm...lagi pula hidup ini terlalu singkat untuk disesali. Masih banyak hal yang harus dihitung kembali dan disadari sebagai karunia yang wajib disyukuri.

Jadi, karena waktu takdapat kuputar kembali maka tak kusia-siakan waktuku bersama kalian CINTA. Maafkan jika syakwasangkaku mengurangi kualitas cintaku maaf jika nyeri di hatiku malahan menghadirkan hari-hari kita agak kaku. Jujur agak susah belakangan ini menjadi “joyfull mother, joyfull house wife”. Ada satu ruang di hatiku yang minim oksigen hingga kutakmampu berpikir bijak di dalamnya.